Rasa
lapar merupakan hasil dari serangkaian pengalaman fisiologis tubuh yang
mengarahkan manusia atau hewan mencari makanan. Sementara itu, nafsu makan pada
manusia dapat didefinisikan sebagai keinginan untuk makan dan menikmati jenis
makanan tertentu. Bagi banyak orang, rasa lapar merupakan perasaan yang
biasanya terfokus pada perut (lambung dan atau usus). Namun, majunya pemahaman
mengenai fisiologi tubuh telah menyadarkan kita bahwa lambung dan usus hanyalah
satu bagian dari sistem kompleks yang menyebabkan kita bisa merasa lapar.
Rasa
ingin untuk memakan makanan dapat dihasilkan oleh daerah-daerah tertentu dari
otak, biasanya letaknya di hipotalamus dekat kelenjar pituitari (Gambar 1).
Ketika daerah-daerah ini fungsinya terganggu, hewan dan manusia menjadi pemakan
yang rakus dan mengalami obesitas. Hal ini membuktikan bahwa ada daerah khusus
pada otak yang dapat menghambat atau mengurangi keinginan untuk makan.
Gambar 1. Hipotalamus dan kelenjar pituitari
Pengetahuan
tentang korelasi antara apa yang terjadi pada tubuh dan bagaimana cara otak
mengenalinya telah berkembang sejak tahun 1970an. Salah satu penemuan awal yang
didapat yaitu bahwa ada banyak sinyal kimiawi yang ditemukan di lambung dan
usus juga ditemukan di otak. Sinyal-sinyal kimiawi ini dapat menstimulasi
maupun menghambat keinginan untuk makan. Sinyal-sinyal kimiawi ini disebut juga
sebagai hormon. Terdapat beberapa hormon yang berkaitan dengan rasa lapar di
antaranya:
o
Koleksistokinin (CCK)
CCK
termasuk hormon peptida yang dapat bekerja baik di perut maupun di otak. Di perut, hormon ini disekresikan oleh usus dua
belas jari (duodenum) sebagai respon dari masuknya makanan dari lambung ke usus
dua belas jari. Hormon ini dapat menyebabkan kontraksi kantung empedu dan
menghambat keinginan untuk makan.
o
Ghrelin
Ghrelin
dapat menstimulasi keinginan untuk makan. Hormon ini dihasilkan oleh sel-sel
endokrin lambung. Kadar hormon ini meningkat tepat sebelum makan dan turun
tepat setelah makan. Hal ini menunjukkan bahwa ghrelin berperan dalam inisiasi
aktivitas makan.
o
Leptin
Ketiadaan
hormon ini pada manusia maupun hewan dapat menyebabkan terjadinya obesitas yang
parah. Hal ini menunjukkan pentingnya peran hormon ini dalam mengontrol rasa
lapar. Kenaikan kadar leptin yang dihasilkan oleh sel-sel adiposa (penyimpan
lemak) selaras dengan peningkatan angka total lemak tubuh. Oleh karena itu,
kadar leptin yang bersirkulasi dapat menjadi penanda untuk menentukan level
obesitas.
Di otak,
leptin mengubah formasi empat hormon lain yang berperan dalam regulasi
keinginan untuk makan. Ketika kadar leptin tinggi, pelepasan dua jenis peptida
(neuropeptida-Y dan peptida terkait-agouti) berkurang dan dua hormon lainnya
(CART dan POMC) dilepaskan. Kombinasi komposisi hormon-hormon tersebut
mengurangi keinginan untuk makan serta rasa lapar. Sebaliknya, apabila kadar
leptin rendah, hal yang sebaliknya terjadi dan rasa lapar muncul sebagai
dorongan untuk mencari makanan.
o
Insulin
Insulin
merupakan hormon utama kedua dalam tubuh yang berkaitan rasa lapar. Hormon ini
bekerja dengan menstimulasi penyerapan glukosa ke dalam sel. Pada penderita diabetes yang menginjeksikan
insulin secara rutin untuk mengontrol kadar gula dalam darahnya, obesitas
ringan sering terjadi. Beberapa obat untuk penderita obesitas juga dapat meningkatkan
berat badan karena mekanisme kerjanya yang mengurangi kadar gula dalam darah
(sekaligus menyalakan sinyal bahwa makanan dibutuhkan).
Hubungan
antara kadar gula dalam sirkulasi darah terhadap munculnya rasa lapar telah
banyak dikaji. Hal ini diawali dengan pengujian terhadap hewan yang menunjukkan
bahwa penurunan sekitar 10% kadar gula dalam darah mengawali sebagian besar
kegiatan makan yang dilakukan hewan tersebut. Ketika penurunan kadar gula
tersebut dicegah, hewan tersebut tidak makan di waktu yang biasanya. Hal ini
menunjukkan bahwa munculnya rasa lapar dapat dicegah dengan memanipulasi kadar
gula dalam darah.
Obesitas
dapat terjadi akibat perubahan kadar leptin atau kerusakan otak. Berdasarkan
penelitian mengenai kontrol rasa ingin untuk makan, dapat diketahui bahwa
setidaknya ada dua neurotransmiter monoamina (norepinefrin dan serotonin) yang
memiliki peran khusus yang penting. Kedua neurotransmiter ini menjadi banyak
subjek penelitian di bidang ini karena pengubahan kadar salah satu atau
keduanya dapat digunakan dalam penanganan penderita obesitas (dengan
mempengaruhi rasa lapar yang muncul).
DAFTAR PUSTAKA
"Hunger,
Physiology of." Encyclopedia of Food and Culture. Retrieved
March 24, 2020 from Encyclopedia.com: https://www.encyclopedia.com/food/encyclopedias-almanacs-transcripts-and-maps/hunger-physiology
Campbell, N. A., L. A. Urry, M. C. Cain, P. V. Minorsky, S. A.
Wasserman, & J. B. Reece. 2017. Biology. Edisi
kesebelas. Pearson Education. New York.
Sanger, G. J.,
Hellström, P. M., & Näslund, E. 2011. The hungry stomach: physiology,
disease, and drug development opportunities. Frontiers in pharmacology, 1,
145. https://doi.org/10.3389/fphar.2010.00145.
Komentar
Posting Komentar